Jalpahdi mengatakan, pemilik sapi menuding bahwa sapinya mati akibat diracun oleh orang bernama Dedi, pemilik lahan sawit (tempat sapi tewas).
Sapi itu memang ditemukan mati dalam satu lahan dengan kondisi perut mengembang sehingga mereka sangat meyakini bahwa sapi itu mati karena diracun," tambah Jalpahdi. Di sisi lain, Dedi, pemilik lahan sawit tersebut, membantah. Dia menegaskan bahwa dia tidak pernah meracuni sapi tersebut. Dedi menyebut, galon yang disebut dipakai untuk meracuni sapi adalah galon bekas pupuk Urea. Dia mengatakan, setelah selesai memupuk, Dedi menggunakan air di galon tersebut untuk mencuci tangan.
Jadi, pemilik sapi menuding sapinya diracun, tetapi pemilik lahan membantah dengan menyebut bahwa air itu bekas dia mencuci tangan setelah memupuk sawit," tambahnya. Perkara ini sempat dimediasi melalui Sidang Adat. Hasilnya, Dedi sebagai pemilik lahan diminta untuk mengganti rugi dengan hitungan satu ekor sapi senilai Rp 6 juta. Dedi dituntut untuk membayar total denda Rp 72 juta. Namun, Dedi menolak hasil sidang sehingga kasus ini masuk ke ranah hukum. "Karena tidak ada titik temu, maka kasusnya naik ke proses hukum dengan melakukan laporan resmi pada 17 September 2025 lalu di Polres Bungo. Nanti, biarlah hasil penyelidikan yang menentukan penyebab matinya sapi-sapi itu," jelas Jalpahdi.
Jalpahdi juga mengimbau agar pemilik sapi menunggu hasil penyelidikan kepolisian atas kasus ini. "Saya minta semua bersabar, jangan ada tindakan lain di luar proses hukum yang sedang berlangsung," tuturnya.